English French German Spain Italian Dutch Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Selasa, 22 Februari 2011

Luas Es Dunia Mengalami Penurunan

Temperatur air di Kutub Utara meningkat

Air di perairan kutub utara mengalami peningkatan temperatur yang signifikan. Perubahan ini menyebabkan es di kawasan tersebut meleleh dalam jumlah besar.

Ilmuwan University of Colorado yang melakukan penelitian di Selat Fram yang terletak di antara Greenland dan kepulauan Svalbard mendeteksi kenaikan temperatur sekira 2 derajat Celsius dibandingkan 100 tahun lalu. Kenaikan itu turut mempengaruhi melelehnya es di lautan kutub utara.

Untuk mengetahui perubahan temperatur tersebut, para ilmuwan harus mengebor endapan di dasar laut. Langkah itu dilakukan karena data temperatur laut yang ada hanya tercatat hingga 150 tahun ke belakang. Sementara endapan di dasar laut menyimpan plankton sampai dengan dua ribu tahun lalu yang dapat dianalisis kandungan kimianya.

Berdasarkan spesies yang terdapat dalam endapan dan evaluasi kimia terhadap kandungan magnesium dan kalsium--mineral yang membentuk kulit atau tempurung suatu organisme yang jumlahnya sangat tergantung temperatur air--ilmuwan dapat menentukan perubahan temperatur sejak dua ribu tahun lalu sampai saat ini.

Hasil analisis menunjukkan telah terjadi peningkatan temperatur yang signifikan. Di Masa kekaisaran Romawi, sekira dua ribu tahun lalu, temperatur air lautan kutub utara rata-rata 3,4 derajat Celsius. Sementara temperatur saat ini tercatat 5,2 derajat celsius yang bisa melonjak sampai 6 derajat celsius di musim panas.

Akibatnya, ketebalan lapisan es terus berkurang. Menurut catatan pusat data salju dan es University of Colorado pada tahun 2009, permukaan es kutub utara telah menyusut hingga ke titik terendah. Selama tahun 1979 sampai tahun 2009 lapisan es yang hilang mencapai ukuran seluas Alaska.

Berkurangnya lapisan es sebelumnya selalu dikaitkan dengan menghangatnya temperatur atmosfer. "Namun ternyata air bertemperatur lebih hangat yang mengalir ke perairan kutub utara juga berkontribusi terhadap melelehnya lapisan es," kata Robert Spielhagen, paleoceanographer dari Leibniz Institute yang memimpin studi tersebut, kepada OurAmazingPlanet.


Januari ini, luasan es Arktika alami rekor terendah

 
Berdasarkan laporan terbaru National Snow and Ice Data Center (NSIDC) Amerika, pada bulan Januari 2011 ini, es di Laut Arktika mencapai batas luasan terendahnya selama 32 tahun terakhir. Wilayah yang tertutup oleh es hanya 50.000 kilometer persegi, lebih parah daripada rekor tahun 2006 ketika jangkauan es di Arktika sekitar 13,5 juta kilometer persegi.

Walaupun Amerika Utara dan sekitarnya melalui musim dingin yang relatif dingin dan bersalju, tetapi lebih ke utara lagi, temperatur udara cenderung menjadi hangat. Lazimnya, area ini sudah membeku pada akhir bulan November. Namun tahun ini, es baru membeku pada pertengahan Januari pula.

Ada dua kemungkinan penjelasan untuk fenomena pencairan es besar-besaran ini. Yang pertama yaitu pengaruh dari Osilasi Arktika (The Arctic Oscillation) yang negatif sepanjang Desember hingga Januari. Osilasi berarti pola ayunan ulang alik akibat dari perbedaan tekanan atmosfer. Dengan level osilasi negatif, maka udara dingin dan salju terbawa ke Eropa serta Amerika Utara, tapi udara yang lebih hangat 'dibiarkan' menjalar ke kutub.

Faktor lainnya, masih menurut NSIDC, bisa jadi karena area samudera itu melepaskan panas ke lapisan atmosfer, dan lantas laut berair gelap (yang belum tertutup es) menyerap energi panas tersebut, mencegah proses pembekuan.

Pastinya, data NSIDC menunjukkan level penurunan cakupan es di Arktika saat musim dingin telah terjadi, sebesar kira-kira 3,3 persen per dekade semenjak 1979.


Dari berbagai sumber



Artikel Terkait



0 komentar:

Posting Komentar