English French German Spain Italian Dutch Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Selasa, 12 April 2011

Analisis Stabilitas Lereng

Tanah Longsor
Pengertian tanah longsor sebagai respon dari pada yang merupakan factor utama dalam proses geomorfologi akan terjadi di mana saja di atas permukaan bumi, terutama permukaan relief pegunungan yang berlereng terjal, maupun permukaan lereng bawah laut. Tanah longsor didefinisikan sebagai tanah longsor batuan atau tanah di atas lereng permukan kearah bawah lereng bumi disebabkan oleh gravitasi/gaya berat (Nelson, S, A., 2004).
Didaerah yang beriklim tropis termasuk Indonesia, air hujan yang jatuh keatas permukaan tanah memicu gerakan material yang ada diatas permukaan lereng. Material berupa tanah atau campuran tanah dan rombakan batuan akan bergerak kearah bawah lereng dengan cara air meresap kedalam celah pori batuan atau tanah, sehingga menambah beban material permukaan lereng dan menekan material tanah dan bongkah-bongkah perombakan batuan, selanjutnya memicu lepas dan bergeraknya material bersama-sama dengan air (Karnawaty, D., 2005).
  Klasifikasi Tanah Longsor
Tanah longsor yang disesuakan dengan dasar klasifikasi yang dipergunakan masing-masing ahli, berikut ini dijelaskan  nama-nama klas gerakan tanah yang umum dipakai (Ritter, 1986):
1. Tanah Longsor tipe jatuhan (‘falls’)
 
Tanah longsor tipe ini, material batuan atau tanah atau campuran keua-duanya bergerak dengan cara jatuh bebas karena gaya beratnya sendiri. Proses tanah longsor semacam ini umumnya terjadi pada lereng terjal , bisa dalam bentuk bongkah individual batuan berukuran besar atau dalam bentuk guguran fragmen bongkah bercampur dengan bongkah-bongkah yang berukuran lebih kecil.
2. Tanah Longsor tipe robohan (‘Toples’)

Gerakan massa tipe robohan hampir serupa dengan tanah longsor tipe falls, pada tipe topples ini gerkannya dimulai dengan bagian paling atas dari bongkah lepas dari batuan dari batuan induknya karena adanya cela retakan pemisah, bongkah terdorong kedepan hingga tidak dapat menahan bebannya sendiri.
3. Tanah longsor tipe gelincir (‘slides’)

Tanah longsor tipe gelincir adalah tanah longsor bantaun atau tanah atau campuran keduanya yang bergerak melalui bidang gelincir tertentu yang bertindak sebagai bidang diskontinuitas, berupa bidang perlapisan batuan  atau bidang sesar /patahan, bidang kekar, bidang batas pelapukan. Jika bidang-bidang diskontinuitas tersebut sejajar dengan bidang  perlapisan, maka semakin besar peluang terjadinya tanah longsor.
4. Tanah Longsor Tipe Aliran (‘Flows’)
Tanah longsor tipe aliran adalah tanah longsor tanah atau tanah bercampur dengan bongkah-bongkah batuan bergerak pada saluran tertentu yang disebabkan massa tanah yang kehilangan daya rekatnya karena penjenuhan oleh air meresap kedalam tanah sangat banyak karena intensitas hujan yang sangat tinggi dan lama atau pencairan gletser didaerah yang beriklim dingin.
5. Tanah Longsor Tipe Rayapan 
Gerakan tipe tanah rayapan (‘creep’) adalah tanah longsor yang bergerak sangat lambat, gerakanya tidak spontan (tidak mendadak), gerakan ini hanya dikatahui dari retakan pada agungan permanen, tiang listrik pohon-pohon miring condong kearah bawah lereng. 
Faktor-faktor Penyebab dan Pemicu Tanah Longsor
Selain dari pada factor gaya gravitasi sendiri, tanah longsor material batuan atau tanah yang terletak di atas lereng dipengaruhi oleh factor antara lain :
1.      Kemiringan lereng; semakin besar sudut lereng semakin besar pula daya dorong disebabkan meningkatnya tegangan geser (shearing stress) berbanding terbalik dengan tegangan normal  (normal strength) berupa kekuatan penahan.
2.      1. Litologi ; tergantung mudah/tidaknya batuan mengalami pelapukan, besar/kecilnya porositas atau permeability, semakin mudah batuan melapuk semakin mengurangi kohesi dan kekuatan batuan penyusun kondisi stratigrafi batuan, terutama jika lapisan batuan keras berselang seling  dengan lapisan batuan lunak, maka batuan yang lunak dapat menjadi factor penyebab tanah longsor.
3.      2. Struktur geologi dan batuan; Zona sesar merupakan zona batuan yang mengalami penghancuran disebabkan pergeseran bolak-blok batuan pada bidang patahan, pada sona sesar tersebut daya tahan menjadi lemah, sehingga lebih mudah mengalami proses pelapukan, erosi dan tanah longsor. Bidang permukaan sesar, lapisan batuan, kekar, retakan, zona bidang batas soil dan batuan dasar, kontak batuan merupakan biadang diskontinuitas, dapat menjadi bidang gelincir apaila arah kemiringanya searah dengan kemiringan lereng.
4.      Kandungan air pori; tinggi rendahnya permukaan air tanah (water table), terhadap bidang diskontinuitas dan permukaan lereng juga merupakan salah satu factor pendorong terjadinya gesekan massa.

Beberapa macam kondisi yang dapat memicu terjadinya proses tanah longsor, antara lain:
1.   1.   Infiltrasi air kedalam lereng
Di Negara-negara yang beriklim tropis dengan intensitas hujan tinggi pada musim hujan, dan pada daerah yang memiliki batuan yang mudah menyerap dan meloloskan air kedalam batuan atau tanah menyebabkan pula daya dorong air terhadap material permukaan lereng, yang bias menjadi pemicu terjadinya tanah longsor berskala besar.
2.   2.   Pembebanan lereng
Di daerah-daerah padat penduduk, lahan yang berada diatas lereng menjadi target untuk dijadikan tempat tinggal, menyebabkan perubahan maksimal aliran run off dan aliran air bawah tanah, dan menambah berat beban permukaan lereng, juga dapat memicu terjadinya tanah longsor.
1.   3.   Perubahan fisik lereng
Penggalian untuk pembuatan dan pelebaran jalan, penggalian bahan bangunan, penggundulan, pemabakaran hutan, getaran mesin industry dan mesin angkutan, akan merubah struktur batuan dan tanah, hal ini juga dapat menjadi pemicu terjadinya tanah longsor.
2.  4.   Getaran gempa bumi, letusan gunung api, banjir, longsoran glister, tsunami juga dapat menjadi factor pemicu terjadinya tanah longsor . tetapi paktor utama terjadinya tanah longsor adalah gaya berat.
Stabilitas Lereng
Pada daerah dimana tanahnya sangat datar, terdapat kekuatan yang cenderung gerakan tanah dari tempat yang tinggi ketempat yang rendah. Pada satu titik semarang bidang dari suatu massa tanah memiliki tegangan geser yang sama dengan kekuatan gesernya, maka keruntuhan akan terjadi pada titik tersebut.
1. Konsep Stabilitas Lereng
Analisis stabilitas didasarkan pada konsep umum keseimbangan batas (General Limit Equilibrium), untuk menghitung factor keamanan (SF) yang melawan gaya runtuh pada stabilitas lereng tersebut. Factor keamanan digambarkan dimana pergeseran tanah Faktor keamanan digambarkan dimana pergeseran tanah harus dikurangi dengan menempatkan massa tanah pada daerah batas keseimbangan sepanjang daerah longsoran. Faktor keamanan didefinisikan:
                                                                                        
 Dengan :
SF   = Angka kematian terhadap kekuatan tanah
Sf    = kekuatan geser rata-rata dari tanah (kN/m2)
Sd    = Tegangan geser rata-rata yang bekerja sepanjang bidang longsor kN/m2)
Pada umumnya suatu lereng dapat dikatakan stabil apabila faktor keamanannya lebih besar dari pada satu. Kestabilan lereng tergantung dari kekuatan geser tanahnya. Pergeseran tanahnya terjadi karena adanya gerakan relatif antara butir-butir tanah. Oleh karena itu, kuat geser tanah tergantung pada gaya yang bekerja antara butir-butirnya. Tanah yang padat dengan susunan butir seperti pembagian ukuran butir interlocking dan besarnya kontak antara butir, lebih besar kekuatan gesernya dari tanah yang lepas (Braja M. Das.,1993)
Coulomb telah menyelidiki kekuatan geser tanah dan menyatakan bahwa : “perlawanan gesekan tidak mempunyai suatu nilai yang tetap akan tetapi berbeda-beda besarnya nilai tegangan normal yang bekerja pada bidang geser”
Anggapan-anggapan yang digunakan adalah :
1.   Besarnya perlawanan kohesi dianggap mempunyai nilai yang tetap dan tidak tergantung dari tegangan yang bekerja ini.
2.   Kohesi terbagi merata pada luas permukaan geser artinya mempunyai nilai yang tetap untuk type tanah tertentu, pada suatu kadar air dan kondisi uji tertentu.
Kekuatan geser tanah terdiri dari dua komponen, yaitu kohesi dan geseran oleh Coulomb dinyatakan dalam suatu persamaan yang berupa suatu garis lurus dalam suatu sistem koordinat dengan sumbu tegak Sf dan sumbu horizontal dapat didefinisikan dengan rumus (Braja M. Das., 1993) : 
Dimana :
Sf     =   kekuatan geser tanah/tegangan geser pada keruntuhan (kN/m2)
            c      =   kohesi (kN/m2)
   =   sudutgesertanah 
   = tegangan normal raffi rata pada permukaan bidang Iongsor (kN/m2)
Besamya nilai kohesi dan sudut geser tanah (c dan  ) merupakan parameter efektif, mempengaruhi lokasi daerah kritis longsoran dengan keadaan faktor keamanan yang minimum.
Gambar Grafik kekuatan geser

Nilai sudut geser dalam tanah ( ) tergantung dari kepadatan butiran tanah terutama pasir yang terkandung didalamnya, namun dipengaruhi juga akibat gradasinya (Braja M. Das, 1993).
Faktor keamanan adalah titik terikat pada tingginya keserongan jika c ditetapkan nol, tingginya keserongan secara umum mempengaruhi stabilitas. Pada tegangan yang rendah, material boleh tidak berkohesi jika tegangan tanah meningkat bersamaan dengan kenaikan ketinggian, material tanah akan memperlihatkan nilai kohesi yang nyata.
Posisi yang paling relatis dan permukaan gelincir kritis adalah pada umumnya diperoleh pada saat menggunakan parameter kekuatan yang efektif c dan . Pada daerah tanah yang tidak jenuh, tekanan air pori akan meningkatkan tegangan tanah dimana sepadan dengan peningkatan tegangan kohesif. 
2. Metode Bishop Disederhanakan
Metode ini merupakan metode irisan yang disederhanakan diberikan oleh Bishop (1955). Metode ini menganggap bahwa gaya-gaya yang bekerja pada sisi-sisi irisan mempunyai resultan nol pada arah vertikal.
Persamaan kuat geser dalam tinjauan tegangan evektif yang dapat dikerahkan tanah, hingga tercapainya kondisi keseimbangan batas dengan memperhatikan faktor aman adalah (Hardiyanto & Hary Christady., 1992):
 
Dimana τ adalah tegangan normal pada bidang longsor dan u adalah tekanan air pori.
Persamaan faktor aman adalah ;
 
Tabel 1. Faktor Keamanan dan Kejadian pada metode Bishop (Braja M. Das, 1993)





F

Kejadian



F<1,07
1,07<1,25< span=""><1,25<>
F<1,25



Keruntuhan bisa terjadi
Keruntuham pernah terjadi
Keruntuhan jarang terjadi
Selengkapnya: Analisis Stabilitas Lereng